بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Matahari nampak
sudah enggan menampakkan sinarnya, langit mulai gelap kehilangan cahaya, suara
petir pun mulai menderu, mendung hitam tampaknya sudah tak sabar lagi mengguyur
bumi, menyirami bunga-bunga yang telah layu, beginilah suasana sore ini, seakan
mengerti suasana hatiku saat ini yang hanya bisa duduk termenung di depan
laptop memandangi foto-foto kenangan masa laluku, pikiranku mulai menerawang
menelusuri masa lalu, masa lalu yang begitu manis, namun terasa begitu singkat,
karena semua itu telah hilang ditelan waktu…
Sejak 3 tahun lalu ku memendam rasa sayangku padanya, tanpa berani
mengungkapnya, hanya karena aku tak tega melihat sahabatku menderita, ya… hanya
atas nama Persahabatan. Hanya demi sahabat, ku pendam rasa yang begitu menyiksa
ini, karena dulu persahabatan adalah segala-galanya bagiku. Saat itu jomblo
menjadi status yang menyenangkan bagiku, ku bebas menyayangi siapapun tanpa
harus mengungkapkannya, ku juga bebas berbagi suka dan duka, canda, tawa,
tangis dan segalanya. Namun semua itu berubah saat aku diberi kesempatan untuk
mengungkapkannya, ya… saat aku mulai berani jujur mengungkapkan semua perasaan
yang selama ini mengganjal di hatiku, saat kata ‘jadian’ mulai terucap dan
sejak status ‘pacaran’ mulai kita jalani. awalnya memang indah… namun hati ini
semakin merasa gundah, aku kehilangan dia yang dulu selalu perhatian padaku,
selalu memberi semangat kepadaku, aku kehilangan kebebasan untuk meluapkan
kegundahan ini, karena hanya ada satu kata ‘cemburu… cemburu dan cemburu…’.
Saat pertama jadian, jarak bukanlah penghalang keharmonisan kita, saling
percaya menjadi komitmen hubungan kita, namun lambat laun semuanya berubah,
jarak membuat komitmen kita berubah, satu demi satu kecurigaan mulai terungkap,
rasa saling tidak percaya, apalagi saat komunikasi kita tersendat karena kita
harus tersibukkan dengan urusan masing-masing, keadaan ini diperkeruh dengan
adanya dilema cinta yang bergelayut di hatiku, ada dua orang yang ku sayangi
disaat yang bersamaan, meski dalam status yang berbeda, maksud hati ingin
mempersatukan mereka, karena memang status mereka di hatiku berbeda, antara
kakak adik, dan antara sepasang kekasih, namun aku gagal, aku telah
menyia-nyiakan kesempatan itu, kesempatan yang sejak dulu ku nantikan, kini
hubunganku sudah berada diujung tanduk, sehingga kata ‘putus’ menjadi akhir
dari hubungan kita yang masih berjalan lima minggu itu.
Aku selalu
berharap kesempatan kedua itu ada untuk ku, ku terus berharap agar cinta itu
kembali lagi untuk ku. Tapi apa yang telah ku lakukan? saat kesempatan itu
datang lagi, aku malah menyia-nyiakan kepercayaan yang ia berikan, aku
melakukan kesalahan yang sama, aku kembali menyakitinya, aku telah membuatnya
merasa diduakan dengan kakakku, dan untuk kedua kalinya, kini dia telah
mengakhiri semuanya.
Sejak kejadian
itu, ‘MUSUH’ itulah status yang ia sandangkan kepadaku, ia tak mau lagi
mengenalku, atau sekedar merespon permintaan maafku, sejak itu pula aku
tersadar akan keegoisanku, aku sadar aku salah dan yang aku rasakan saat ini
adalah rasa sayang ku semakin besar untuknya, aku menyesal telah membuat dia
pergi dariku, segala upaya telah ku lakukan hanya untuk mendapatkan kata maaf
itu. aku bagaikan pengemis, yang tak pernah berhenti meminta maaf padanya. tapi
semuanya sia-sia, semua sudah terlambat dan tak mungkin bisa terulang,
penyesalanku sudah tak berarti, karena apa? karena aku sudah benar-benar
kehilangan dia, rasa sayangnya sudah habis untukku, hati itu sudah tertutup
rapat untukku, kesempatan untuk merajut kembali kisah kita rasanya sudah sirna.
Itulah yang
membuatku hanya bisa terpuruk dalam kesedihanku, hidup dengan rasa bersalah
yang terus menghantuiku, kenangan kebersamaan yang selalu berlarian di benakku
menjelang tidurku, hari-hari ku lalui dengan genangan air mata, air mata
kesedihan, air mata penyesalan, air mata penantian, dan air mata harapan yang
selalu mengiringi setiap bait-bait do’aku saat ku bersimpuh, berharap hati itu
kembali terbuka untukku.
Sembah sujudku
pada-MU ya Allah… malam ini dadaku berdegup kencang, bergetar hatiku, saat ku
mendengar suara dari sebrang sana, ya, malam ini ku diberi kesempatan yang
selalu aku nantikan, kesempatan untuk bisa kembali mendengar suaranya, mata ini
sudah tak bisa lagi menyembunyikan air mata kebahagiaan. Namun inilah kenyataan
yang harus ku terima, cintaku tak dapat terselamatkan, ternyata hati itu sudah
tak dapat lagi terbuka untuk ku, harapan itu sirna saat ia berkata kita hanya
dapat menjadi sebatas teman, dan tak mungkin lagi ada kata ‘balikan’ di antara
kita, baginya aku tak lebih dari seorang ‘pengkhianat’, walau kata ‘sayang’
juga sempat ia ucapkan untukku. Tangisku semakin menjadi saat ku dengar ia
telah melingkarkan cincin tunangan untuk orang lain, meski hingga detik ini ku
masih belum bisa percaya itu. Jujur saat ini hatiku hancur berkeping-keping.
Memang
kenyataan ini begitu berat untukku, dengan segala penyesalanku, akhirnya ku
tersadar, aku pantas mendapatkan semua ini, luka yang ku torehkan untuknya
begitu dalam, bahkan sudah sepatutnya ku bersyukur, karena dia masih sudi untuk
mengenalku lagi, dia masih menerimaku sebagai teman, dia memotivasi aku untuk
belajar, tanpa harus terpuruk dalam kesedihan ini. “Yang lalu biarlah berlalu,
sudah saatnya kita membuka lembaran baru yang lebih baik” itulah kata terakhir
sebelum ia menutup telponnya. Ku harap ini bukan untuk terakhir kali ku bisa
mendengar suaranya.
Saat ini yang
bisa ku lakukan adalah mensyukuri anugerah terindah ini, menikmati kebersamaan
kita sebagai teman, teman yang akan selalu memberi semangat untukku. Mungkin
hanya dengan cara ini ku bisa menyayanginya, menyayanginya setulus hati, jujur
sejak ia pergi aku belum bisa membuka hati untuk siapapun, karena hanya dia
yang bisa membuat hatiku bergetar, dan enggan rasanya ku ber cinta lagi karena
aku sudah cukup sakit dengan semua kisah cinta yang selama ini ku alami.
Tak ingin lagi
rasanya ku ber cinta
Setelah ku rasa perih
Perpisahan ini membuatku tak berdaya
dan tak dapat lagi rasanya ku tersenyum
Setelah kau pergi meninggalkanku
Setelah ku rasa perih
Perpisahan ini membuatku tak berdaya
dan tak dapat lagi rasanya ku tersenyum
Setelah kau pergi meninggalkanku
No comments:
Post a Comment