Saturday, October 12, 2013

CARA MENGATASI HAMA TIKUS DI PERSAWAHAN

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Keberhasilan pengendalian tikus salah satunya ditentukan oleh pemahaman yang baik tentang ekologi tikus sawah. Pemahaman yang baik mengenai dinamika populasi tikus sawah akan sangat membantu untuk dapat mengatasi masalah tikus secara lebih mendasar. Berdasarkan hasil penelitian di ekosistem sawah irigasi dengan pola tanam padi-padi-bera diketahui bahwa tingkat kerapatan populasi tikus sawah R. argentiventer berfluktuasi sangat tajam, dengan tingkat
kerapatan populasi nyata lebih tinggi pada periode bera. Dalam satu musim tanam padi terjadi satu kali puncak populasi, sehingga pada pola tanam padi-padi-bera terjadi dua kali puncak populasi. Satu puncak populasi dalam satu masim tanam merupakan ciri khas perkembangan populasi tikus sawah pada tanaman padi. Tikus sawah merupakan spesies dominan (98%), diantara tikus yang diketahui hidup di ekosistem sawah irigasi.
Perkembangan kematangan seksual tikus sawah jantan dan betina berlangsung seiring dengan pertumbuhan tanaman padi. Sebagian besar tikus sawah telah siap kawin pada stadium padi bertunas maksimum dan tikus betina mulai beranak pada awal stadium padi generatif. Pola siklus perkembangbiakan tikus sawah mengikuti perkembangan stadium padi dan terjadi tiga kali periode kelahiran selama stadium padi generatif. Pada setiap kelahiran tikus dihasilkan anak rata-rata 10 ekor setiap kelahiran. Jumlah anak tertinggi terjadi pada periode kelahiran pertama dan menurun pada periode kelahiran berikutnya. Individu tikus sawah betina berkemampuan melahirkan anak sampai empat kali. Tikus sawah berkembangbiak terutama di habitat tanggul irigasi. Tumbuhnya ratun padi pada periode bera dapat memperpanjang periode perkembangbiakan tikus. Dalam satu musim tanam padi satu ekor tikus betina berpotensi berkembangbiak sehingga menjadi 80 ekor tikus.
Struktur populasi tikus sawah mempunyai nisbah kelamin sama antara tikus jantan dan betina dan tidak terjadi perubahan nisbah kelamin yang signifikan selama periode pertumbuhan padi dan periode bera. Sebagian besar tikus sawah di lapangan hanya mencapai umur enam bulan atau selama satu musim tanam padi dan bera. Tikus-tikus yang berumur lebih dari enam bulan relatif jarang ditemukan di lapangan. Pada stadium pada generatif populasi tikus didominasi oleh tikus berumur satu sampai dua bulan, pada periode bera tikus berumur tiga sampai empat bulan dominan dan pada stadium padi vegetatif didominasi oleh tikus berumur enam bulan.
 Di ekosistem sawah irigasi, habitat yang paling banyak dihuni oleh tikus sawah adalah habitat kampung dan tanggul irigasi. Pada periode bera sebagian besar tikus sawah bermigrasi menuju ke perkampungan untuk berlindung dan mendapatkan pakan altematif. Tikus sawah tersebut akan kembali lagi ke sawah setelah ada pertanaman padi. Puncak kembalinya tikus sawah dari kampung menuju ke persawahan terjadi pada stadium padi generatif. Habitat kampung dipastikan merupakan habitat perlindungan tikus sawah paling utama selama periode bera dan merupakan sumber infestasi tikus sawah untuk tanaman padi pada setiap musim tanam. Faktor utama penyebab peningkatan popula tikus sawah adalah tersedianya pakan padi, sehing terjadi kelahiran tikus yang cepat (tiga kali kelahiran pada stadium padi generatif dan menyebabkan peningkatan kerapatan populasi yang tinggi pada periode bera. Pakan padi stadium generatif merupakan pakan tikus yang berkualitas tinggi dan berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat badan tikus. Tikus sawah tanpa adanya tanaman padi tidak berkembang biak dan terjadinya kematian. Ratun padi merupakan pakan altematif penting bagi tikus sawah pada periode bera dan memperpaniang periode perkembangbiakan. Penurunan populasi tikus terjadi sangat tajam setelah periode bera bulan kedua, karena migrasi tikus akibat hilangnya pakan padi (panen), terjadinya gangguan habitat tikus karena proses budidaya padi dan aktivitas pengendalian tikus oleh petani. Curah hujan tidak menyebabkan turunnya populasi tikus sawah. Peran pemangsa tikus relatif kecil dalam regulasi populasi tikus sawah di ekosistem sawah irigasi, karena keberadaan jenis pemangsa tikus sangat jarang ditemukan. Prevalensi infeksi cacing hati pada tikus sawah tinggi, tetapi tidak menyebabkan kematian tikus sawah secara langsung.
Setidaknya ada sembilan cara pengendalian hama tikus sawah: 

  • Tanam dan panen serempak. Dalam satu hamparan, diusahakan selisih waktu tanam dan panen tidak lebih dari 2 minggu. Hal tersebut untuk membatasi tersedianya pakan padi generatif, sehingga tidak terjadi perkembangbiakan tikus yang terus menerus.
  •  Sanitasi habitat. Dilakukan selama musim tanam padi, yaitu dengan cara membersihkan gulma dan semak-semak pada habitatutama tikus yang meliputi tanggul irigasi, jalan sawah, batas perkampungan, pematang, parit, saluran irigasi, dll. Juga dilakukan minimalisasi ukuran pematang (tinggi dan lebat pematang) kurang 30 cm agar tidak digunakan sebagai tempat bersarang. 
  •  Gerakan bersama (gropyokan massal). Gerakan ini dilakukan serentak pada awal tanam melibatkan seluruh petani. Gunakan berbagai cara untuk menangkap/membunuh tikus seperti penggalian sarang, pemukulan, penjeratan, pengoboran malam, perburuan dengan anjing, dan sebagainya.
  •  Fumugasi/pengemposan. Fumigasi dapat efektif membunuh tikus dewasa beserta anak-anaknya di dalam sarang. Agar tikus mati, tutuplah lubang tikus dengan lumpur setelah difumigasi dan sarang tidak perlu dibongkar. Lakukan fumigasi selama masih dijumpai sarang tikus terutama pada stadium generatif padi.
  •  Trap Barrier System (TBS). TBS dengan tanaman perangkap diterapkan terutama di daerah endemik tikus dengan pola tanam serempak. TBS berukuran 20 x 20 m dapat mengamankan tanaman padi dari serangan tikus seluas 15 ha. 
  •  Linier Trap Barrier System (LTBS). LTBS berupa bentangan pagar plastik/terpal setinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu setiap jarak 1 m, dilengkapi bubu perangkap setiap jarak 20 m dengan pintu masuk tikus berselang-seling arah. LTBS dipasang di daerah perbatasan habitat tikus atau pada saat ada migrasi tikus. Pemasangan dipindahkan setelah tidak ada lagi tangkapan tikus atau sekurang-kurangnya di pasang selama 3 malam. 
  •  Memanfaatan musuh alami. Cara termudah ini adalah dengan tidak mengganggu atau membunuh musuh alami tikus sawah, khususnya pemangsa, seperti burung hantu, burung elang, kucing, anjing, ular tikus, dan lain-lain.
  •  Rodentisida, yang merupakan cara kedelapan ini, digunakan hanya apabila populasi tikus sangat tinggi terutama pada saat bera atau awal tanam. Penggunaan rodentisida harus sesuai dosis anjuran.Umpan ditempatkan di habitat utama tikus, seperti tanggul irigasi, jalan sawah, pematang besar, atau tepi perkampungan. 
  •   Cara pengendalian lokal lainnya dengan memanfaatkan cara pengendalian tikus yang biasa digunakan petani setempat, seperti penggenangan sarang tikus, penjaringan, pemerangkapan, bunyibunyian, dan cara-cara lainnya.Tikus yang telah terbunuh/tertangkap hanya merupakan indikasi turunnya populasi. Yang perlu diwaspadai adalah populasi tikus yang masih hidup, karena akan terus berkembang biak dengan pesat selama musim tanam padi. 
Disamping itu monitoring keberadaan dan aktivitas tikus sangat penting diketahui sejak dini agar usaha pengendalian dapat berhasil. Cara monitoring antara lain dengan melihat lubang aktif, jejak tikus, jalurjalan tikus, kotoran atau gejala kerusakan tanaman. Dan tidak kalah pentingnya adalah mewaspadai terhadap kemungkinan terjadinya migrasi (perpindahan tikus) secara tiba-tiba dari daerah lain dalam jumlah yang besar.

No comments: