Thursday, October 17, 2013

LOVE U ADE KECIL

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

CERPEN“haha lo ngaco, mana mungkin gue suka sama anak kecil”
Shilla menyeka sudut matanya, berulang kali ia cerna ucapan rio di taman belakang tadi, tertawa remeh menganggap shilla (anak kecil) yang gak pantas disukai.
Menyendiri di toilet adalah jalan satu-satunya bersembunyi, menghindari tatapan sok manis rio saat dimana mereka berpapasan temu muka. Dia ketua osis, jadi wajar saja dimana tempat sudut sekolah pasti ada rio, sehingga shilla harus terlalu sering bertemu, saling membalas senyum lambat laun timbul rasa suka. Seorang adik kelas menyukai kakak
kelasnya, gak salah kan? Toh rio merespon baik, tapi gosip itu menyebar luas, mengolok-olokkan rio menyukai anak kecil.
Tanpa terasa buliran air hangat jatuh membasahi pipi mulusnya, shilla menyeka sekali lagi. Kalau belum terikat apa-apa gak masalah, tapi kemarin, baru saja rio bilang suka sama shilla anak kecil yang dianggapnya sekarang, kenapa dia begitu munafik? Shilla menggeleng keras, mungkin dia ilfeel atau memang rio berdusta atas pernyataannya kemarin, mencoba mempermainkan shilla? Entahlah.

Dengan langkah malas shilla memasuki kelas, bel usai istirahat kedua sudah berbunyi 10 menit lalu, untung kelas tidak ada guru sehingga tak ada ceramahan sejuta pertanyaan menimpa dirinya kini. Miss wina izin keluar kayaknya, lihat saja walau gak ada guru ruang kelas begitu senyap dan sepi, mereka lagi serius mengerjakan soal latihan, termasuk ara teman sebangku shilla.
“abis dari mana shill?” tanyanya langsung, shilla tersenyum masam, menempatkan posisi duduk di bangkunya.
“toilet”
Dari sangat sangat berkonsentrasi pada soal, ara lantas menoleh, kening ia berkerut bingung menatap shilla dalam lama-lama.
“tadi kak rio bolak balik ke kelas nyariin lo” shilla mencibir, ara mengangkat pundak tak mau tahu. Tugasnya memberi pesan dari rio kepada shilla sudah selesai, gak ada yang perlu di bicarakan lagi. Ara kembali berkutat pada soal-soal asing tugas dari miss wina, sementara shilla diam, ngelamun, ngambang. Menopang dagu, menghadap ke samping memperhatikan jalanan koridor kelas yang kosong, maklum ini sedang melakukan kegiatan belajar mengajar, suasana luar jadi sepi.
Tepat. Tatapan mata shilla menangkap sosok rio di sebrang jendela, jalan di depan di ikuti beberapa anak cowok-cewek anggota osis, dan berhenti di ambang pintu kelas x-2 kontan shilla langsung membuang muka mengalihkan pandangan berlagak sibuk membahas soal.
“anggota voly putri harap keluar, kumpul di lapangan” suara bariton rio mengusik pendengaran shilla, mau tak mau mendongak juga, melihat tampangnya sok manis tanpa dosa itu.
Ribut sejenak, bagi yang merasa anggota tim voly putri beranjak segera, secepat kilat meninggalkan soal-soal mereka, berseru gembira berebut keluar menuju lapangan, kecuali shilla sama sekali gak tertarik buat ngikuti penjelasan yang rio sampaikan.
Ehem! Rio berdehem, ara mengangguk takut, melirik keki shilla di sampingnya, tentu jengkel sudah di senggol berkali-kali tapi tetap saja diam gak berkutik.
Akhirnya ara pun nyerah, pergi ke luar lapangan, membiarkan shilla. Ada rio kok, pasti dia mau keluar bareng rio, belum tau dia ada masalah di antara pasangan abg baru jadi ini.
“gak keluar shilla?”
“adek kecil lagi badmood kak rio, izin gak ngumpul ya” shilla menunduk berpura lesu, memijat-mijit kepala, kebetulan memang berasa pusing. Sebelah alis rio terangkat heran, masih berdiri tegak di depan, menatap shilla penuh tanda tanya, adek kecil.
Sebagian siswi yang masih berdiam di kelas bukan bagian dari anggota tim voly putri, mulai berkasak-kusuk berbisik, bergosip ria mengenai kakak kelas sekaligus ketua osis – rio, dengan shilla satu temannya nampak tengah galau itu.
Pagi hari paling berkesan di labrak. Shilla kira akan menjadi hari lebih baik dari sebelumnya, mencoba mengobati luka kemarin pagi, ingat gak? Bersedih-sedih menumpahkan tangis di toilet sekolah. Konyol cuma gara-gara rio kakak kelas sok dewasa.
Baru saja shilla masuk ngelewati selangkah pagar, tangannya sudah ditarik paksa minggir terdorong keras ke bagian sisi belakang pagar.
“ada apa ya kak?” shilla meringis, menyimpulkan senyum datar, menatap lekat nayla di depannya.
Seorang nayla, kakak pembina mos tergalak beberapa minggu lalu, gak sedikit pun ngebuat shilla ciut atau menjadi takut jika berhadapan sama dia tidak. Ia malah membalas tatapan tajam nayla, tersenyum datar, menunggu mulut nayla bergerak menjawab pertanyaan formal darinya.
“jauhin rio”
Shilla tertawa kecil mendengar ucapan, berupa peringatan, ancaman, tau ah. Yang jelas lucu di shilla, jauhin rio? Rasanya ingin sekali shilla ngejaplak jawab ucapan nayla, tapi percuma dia keburu pergi, dengan wajah merah padam menahan marah – seperti cemburu.
Ara berlari-lari cemas menghampiri shilla, cemas terhadap apa yang menimpa shilla, melihatnya habis di labrak nenek sihir sejenis nayla. Itu julukkan mereka-mereka buat nayla, waktu mos berlangsung ckck
Ngeliat ara lari-larian di ujung koridor, shilla mulai bertindak melambai-lambai tangan, menarik sudut bibirnya tersenyum manis ‘gapapa’ shilla baik-baik aja kok.
Tapi senyum manis itu pudar seketika. Shilla membidik neror dua makhluk yang baru saja melintas di depan matanya, rio dengan nayla si nenek sihir.
“shill” tak ada sahutan.
Sang empu di panggil cuma bisa menggeleng kecil, memberi tanda lagi shilla gapapa. Masih terus memperhatikan kedua orang itu, shilla berdecak kesal. Kenapa, kenapa, perasaan hati sama keinginan bertolak belakang gak sesuai? Ia menggigit bibir, padahal baru tadi berniat mudah menjauhkan rio bahkan sempat tertawa, merelakan ke nayla ternyata gak semudah anggan.
“sh*tt” shilla menghempaskan diri di bangku kantin, sesak di dadanya makin bertambah gemuruh. 3 jam ia tahan-tahan agar gak kemakan emosi, bergelut jenuh pada buku-buku mata pelajaran, tapi saat keluar istirahat lagi dan lagi bertemu rio. Jujur saja bukan jadi baik, yang ada makin jenuh ngeliatnya. Terputar secara beruntun, hal-hal mulai dari kemarin dia bilang shilla anak kecil, sampai ke pagi tadi dia beriringan jalan sama nayla.
“pagi menjelang siang kak rio” sapaan cewek-cewek anak kelas 10, 11, terdengar genit di samping, belakang shilla. Nyapa atau ngegoda tuh? Huu shilla mencibir.
Banyak yang mengenal rio hingga suka padanya, tidak hanya di kenal sebagai ketua osis, rio juga di kenal kakak ngebimbing mos terbaik, ramah, murah senyum, tampan, lengkap sudah.
Dia berlalu jalan clingak clinguk mencari keberadaan shilla, nah setelah dapat langsung saja kakinya melesat menuju ke sana. Menyahut sapaan dari adik-adik kelasnya, satu persatu adil.
Mendengar sahutan rio makin lama semakin dekat jelas terdengar, shilla buru-buru beranjak, mukanya panik bukan main takut dia datang, menarik tangan ara gak tanggung-tanggung erat lantas menghambur pergi.
Bruuk!
Shilla memejamkan matanya rapat, sementara ara di belakang menganga kaget.
“ma-maaf kak rio, permisi” mata shilla semula rapat terbuka spontan, kala dengar suara ara meminta maaf melepaskan tangan dari genggamannya, akan lebih parah lagi dia sudah kabur lari.
Rio tersenyum lembut, menatap raut muka shilla yang awut-awutan di tekuk gak berupa wajah. Perlahan senyum lembutnya mengembang lebar, geleng-geleng kepala, setelah shilla berhasil menarik paksa tangannya sambil berkata ‘apa sih’ mencak-mencak mengibaskan tangan.
“nyebarin info gue bilang suka, lo ya” hah. Shilla melotot, tangannya ia turunkan ke bawah, daripada kotor buat nampar pipi dia. Ngapain juga nyebar-nyebar cari sensasi biar digosipkan satu sekolahan? Gilaaa, gak penting banget.
Shilla menggeleng sabar menjawab tuduhan rio, sekuat hati ia menahan gejolak-gejolak api yang ingin sekali menyembur keluar sedari pagi tadi, kalau sudah keluar nanti bisa gawat.
Mencoba mengabaikan rio, menganggap dia gak ada, ngerasa shilla berada di tengah-tengah taman sendiri, haha ide bagus. Semoga ingin marahnya terkubur jauh-jauh, dan rio cepat-cepat pergi darinya.
“gue kira lo beda, ternyata..” eittts! Shilla mengangkat dagunya tinggi-tinggi mendongak, menatap muka sok manis rio penuh geram, melihat senyum yang awalnya manis sekarang berubah kecut. Tahu betul shilla kemana arah ucapan rio itu, mengira shilla beda dari anak-anak kecil (abg labil) baru masuk sekolah menengah atas sma, ternyata..
Perasaan hati kecil gue bego. Sempat memilih menyukai cowok kayak lo, shilla membatin miris, luka di hatinya kemarin tergores.
“perkiraan lo salah besar, gue ya gue anak kecil yang lo anggap lo tertawakan remeh di hadapan banyak orang. Anak kecil yang gak pantas disukai, dan..” jeda sebentar shilla menarik nafas, gak tau kenapa dadanya berasa nyesek, mengeluarkan tiap kata perbait merespon ucapan rio.
“dan gue cabut pernyataan waktu itu, gue. Sama sekali gak menyukai cowok munafik” impas. Rio menyebutnya anak kecil, dan shilla sendiri menyebut dia cowok munafik.
Sejak insiden di taman 2 minggu lalu, gosip rio menyukai anak kecil itu pun mereda, berganti dengan gosip hot terbaru. Nayla dan rio taken, sekelas, sama-sama memegang jabatan osis (rio ketua, nayla wakil) sama-sama jenius pintar, yang cowok tampan cewek cantik.
Helloww ini sekolah bukan sih? Kok berasa jadi kayak ajang tempat bergosip.
Shilla menghela nafas muak, muak terhadap semua pembicaraan dari mereka, sungguh memuakkan. Setiap langkah yang ia ambil pasti selalu saja, kabar taken nenek sihir sama cowok munafik terngiang-ngiang di telinganya. Lelah, sakit, perih, ah shilla menggeleng keras.
“gue gak ngerti di mana letak hatinya sekarang?” ia bergumam getir. Ara menatap shilla iba, ikut sedih melihat temannya menderita di permainkan cinta. Sambil terus melenggang jalan menggandeng lengan ara, sesekali shilla geleng kepala bertekad mantap, gak boleh nangis, gak boleh jealous, gak boleh labil.
Tik. Sebulir air hangat jatuh dari pelupuk matanya, shilla tertegun sesaat, gak mau munafik kayak rio. Ia memang suka dan sangat mencintai dia, sejak awal bertatap muka. Shilla akui juga ngerasa cemburu luar biasa ketika rio dekat-dekat nayla, apalagi setelah mendengar dia sudah taken. Rasanya nyess, tau kan di hubungan mereka belum ada kata putus, masih terikat status pacaran.
“ara, s-hill.. Ah tunggu” glek! Shilla menelan ludah, itu suara rio. Memanggil nama shilla terputus-putus, kedengaran enggan em dia seperti menyadari sesuatu, mengingat hubungannya dengan gadis mungil yang di panggil s-hill tadi gak berjalan baik.
“nanti anggota voly putri abis istirahat, latihan” suara lembut lebih ke elegan cewek menyusul, nayla. Shilla menebak miris, ara menoleh ke belakang mengangguk-angguk mengiyakan, biar cepat. Lantas berlalu pergi, gantian menarik lengan shilla, menjauhi kedua makhluk yakni orang yang sedang tenar-tenarnya menjadi tranding topik sekolah.
Menumpahkan tangis di toilet lagi, tapi kali ini gak sendiri, ada ara di samping menemani. Dia teman shilla yang baik, mencoba menghibur, menyakinkan buat tersenyum, berusaha ngebuat tangis shilla segera usai.
Shilla menyeka sudut matanya, memandang siluet bulat pantulan cermin di depan, sedikit sembab ia pun tersenyum lucu. Menangisi cowok yang sama mungkin gak pernah menaruh hati padanya, bukan untuk pertama tapi sudah kedua kalinya.
“ini terakhir, gue janji gak bakal ada tangisan untuk yang ketiga” mustahil. Batin shilla bersorak membantah, membantah pengakuan shilla yang berupa semacam janji.
Dan lagi lagi percayalah gak akan bisa tercapai, tangisan itu akan terus menerus tumpah sebelum mereka baikan saling memaafkan.
Tanpa mempedulikan bantahan langsung dari si batin, shilla beranjak melenggang pergi, menghapus kasar sisa air mata di pipinya. Bergegas jalan penuh semangat, dua kali lebih cepat dari biasanya menuju ke arah lapangan, bahkan ara tertinggal manggil-manggil di belakang juga dia abaikan.
Shilla, ara, mengambil posisi berdiri di samping kanan kiri nayla. Shilla di kanan, sedangkan ara di kiri, dan nayla sendiri di tengah. Mengatur tempat posisi mereka masing-masing, sudah di tetapkan beberapa hari lalu oleh pak dani, kebetulan ketiga cewek manis tersebut satu tim sekawan dalam latihan maupun tanding volly.
“gue harap lo bisa fokus” nayla menyindir halus, seakan terlihat memberi masukkan, demi tim anggotanya supaya menang dari lawan tim zahra di sebrang net sana.
Cuma latihan doang. Shilla merutuk dalam hati, dasar nenek sihir.
Sorak sorai di lapangan mulai terdengar ramai, gak terlalu padat berisik sih, karena ini cuma latihan bukan tanding, jadi hanya beberapa orang saja termasuk rio yang berada di areal penonton menyemangati.
Buk
Nayla menerima pukulan servis dari zahra dengan baik, tentu saja tim lawan gak tinggal diam, menerima lebih baik pukulan nayla tadi. Di dapat oleh lisa di belakang ara, dia lantas melompat tinggi di pukulnya smash gak tanggung-tanggung sangat keras, dan lolos berhasil.
Latihan terus berlanjut, skor sudah 3-0 di pimpin oleh tim shilla. Senyum shilla mengembang, menoleh ke belakang memberi semangat pasti bisa ke ara, kini giliran dia pula yang membawa bola memberi servis.
Bola sudah melayang limbung menyebrangi net, tiba-tiba pandangan mata shilla berkunang, satu kali dua kali ia mengucek matanya mengembalikkan ke normal, tapi pusing di kepalanya menyerang. Pusing biasa di rasakan shilla sehabis nangis, shilla merasa berputar butuh tempat duduk buat menopang berat di kepala. Kala bola memantul kesana kemari, dan pas datang menghampiri dirinya, shilla menggeleng cemas, takut gak bisa terambil balik.
“payah lo” samar-samar shilla mendengar suara marah nayla, ngerasa pundaknya terdorong, lalu jatuh pingsan.
Rio menunduk di sisi ranjang tempat shilla berbaring, menatapi genggaman tangannya menyatu dingin, khawatir dengan keadaan si kecil masih belum sadarkan diri.
Sedari pertama latihan, mata rio memang tidak lepas memandang shilla, mengamati setiap gerak-geriknya di kejauhan, memantau dalam diam.
Bibir tipis rio melengkung. Mendongak perlahan kembali menyusuri keindahan wajah adik kelasnya itu, ada rasa bersalah, senang, lucu, semua jadi satu campur aduk.
“kak ri-o” shilla kaget. Matanya yang baru saja terbuka langsung membulat sempurna, buru-buru bangun menempatkan posisi duduk di ranjang uks.
“udah baikkan?” rio bertanya ala sekedarnya, melontarkan lengkungan senyum bahagia.
Kening shilla berkedut bingung, menatap rio curiga penuh tanda tanya? Saking banyak serentetan pertanyaan muncul di otaknya, shilla sampai gak bisa membuka mulut, hanya suara batinnya yang bisa keluar bertanya-tanya.
Kenapa cuma rio seorang yang menunggunya di sini? Ara mana? Nayla?
“gue minta maaf” sebelah alis shilla terangkat. Rio bangkit, berdiri di tempat, menatap shilla sebentar lantas tanpa sungkan rio meraih kedua tangannya.
Shilla menganga makin bingung, mencoba menarik balik tangannya tapi rio sangat kuat menggenggam.
“ucapan gue di taman belakang sama mereka, lo gak dengerin semua” rio berkata miris, sudah tau apa maksud dari anak kecil? Pasti ada kaitannya sama pembicaraan di taman waktu itu. Rio yakin shilla mendengar hanya pas di bagian ‘anak kecil’ dan dia salah paham.
Cih! Shilla berdecih muak, sandiwara apalagi yang akan dia perankan setelah mencampakkan dirinya, tak lama jadian sama cewek lain.
Ngeliat reaksi shilla blak-blakan gak suka. Rio pun nyerah, melepaskan tangannya lalu berbalik jalan membelakangi, mengusap muka frustasi sambil berkata.
“gue gak pernah taken, cintanya cuma sama lo” benarkah? Oh. Shilla membulatkan mulut, ternyata dia peka.
Tak lama rio beranjak melangkah. Fahri, ara, menyembul masuk ruangan uks. Terpaksa rio ogah-ogahan balik ke tempat shilla, di seret fahri ikut masuk.
Dengan seksama fahri menceritakan ulang ucapan rio waktu di taman beberapa minggu lalu.
Flashback -
“lo jadian sama shilla yo? Anak baru kemarin” reno bertanya heboh, menekankan kalimat di ‘anak baru kemarin’.
Hahaha. Fahri tertawa keras mendengar pertanyaan basi reno, soal jadian rio – shilla sudah beredar meluap tumpah sedari rio menyatakan, dan reno tertinggal gosip sehari.
“haha lo ngaco, mana mungkin gue suka sama anak kecil” bantah rio sekenanya, fahri melotot bingung, padahal..
“tapi anak kecil satu itu beda, dia udah berhasil ngegaet hati mendapatkan cinta gue” pletak! Fahri menepuk jidat.
Off -
Masalah rio menuduh, bertanya dari mana soal jadian mereka menyebar? Gak usah di pertanyakan lagi, orang-orang sekolah memang hantu gosip, jadi. Dari mana pun info itu berasal begitu cepat tersebar luas, udah biasa.
“love u adek kecil” sedetik kemudian rio berujar mantap.
Shilla mengulum senyum, ia malu sangattt malu sudah salah paham.

No comments: